Rabu, Januari 28, 2009

Menentukan Prioritas


Besar dan kecil sama pentingnya.Perhatian pada yang kecil tidak boleh melalaikan yang besar. Begitu sebaliknya. Kedua adalah bagian dari proses yang harus mendapat perhatian penuh. Mungkin kita pernah mendapati orang yang tidak melakukan shalat berdalih yang penting tidak berdusta. Ia menganggap besar perkara kejujuran dan mengecilkan shalat. ada pula yang tidak berzakat kemudian beralasan yang penting tidak korupsi, dan ada pula mengatakan tidak menutup aurat yang penting tidak berzina dan hati mulia. Itu artinya ia menganggap remeh perkara2 yang (enggan) ia tunaikan.

Salah satu cara syeithan memperdaya manusia adalah dengan menghembuskaninformasi semacam itu. Meletakkan prioritas palsu kepada seseorang dalam melakukan kebaikan. Menjadikan amal-amal baik saling bertentangan atau menciptakan timbangan prioritas amal yang menyesatkan. Merubah yang sunnah menjadi wajib, yang wajib dinafikan dengan kewajiban lain,merubah yang kecil menjadi besar, atau sebaliknya.

Ukuran semua itu harus dikembalikan pada mizan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Nilai sesuatu itu besar atau kecil, tidak bisa diserahkan pada pertimbangan logika. apalagi perasaan seseorang yang sangat variatif. Karena itulah perhatian pada hal yang kecil sama pentingnya denngan meletakan perhatian pada yang besar. Melukukan yang wajib tidak berarti melalaikan kewajiban yang lain, apalagi menafikan yang sunnah. dan untuk hal iini, berarti kita harus memiliki acuan ilmu islam yang mencukupi sebagai muslim.

Kadang, orang merasa bangga dengan amal-amalnya yang dianggap "besar". padahal amal itu bisa saja bernilai kecil disisi Allah SWT. Kadang juga, orang merasa kurang dalam beramal, tapi sebenarnya ia memiliki kedudukan yang lebih baik disisi Allah SWT.

Lihatlah Ungkapan Anas RA :"Sesungguhnya kelak kalian akan melakukan perbuatan yang kalian anggap lebih tipis dari rambut, sedangkan kami menganggapnya pada zaman Rasulullah SAW termasuk dosa besar."

Ibnu Mas'ud jga menyinggung hal ini dalam perkataannya, "Sesungguhnya seorang mukimin melihat dosanya, seolah ia beradadibawah sebuah gunung yang dikhawatirkan akan menimpanya. Dan orang yang fajir melihat dosanya seperti lalat yang hinggap dihidungnya"(HR. Bukhari).

Karena itu, sekali lagi besar kecil harusdiukur sesuai petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW agar kita tidak salah dalam meletakkan prioritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar