Minggu, November 15, 2009

Tujuan Akhir tiap Manusia

Tujuan Akhir Tiap Manusia Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Oleh Eric Kairupan

Sesungguhnya apabila kita menyadari bahwasanya tidak ada yang namanya kehidupan abadi di dunia melainkan nanti ketika berada dalam kehidupan di akhirat. Dunia ini bukanlah merupakan tujuan akhir setiap kehidupan tetapi hanyalah tempat persinggahan sementara untuk menuju kepada keabadian, yaitu abadi di dalam surga atau selama-lamanya di neraka. Dan dunia ini adalah ladang untuk kita mempersiapkan bekal menuju tempat yang telah dijanjikan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Ad-dunya mazra’atul akhirah,” Dunia adalah ladang untuk akhirat. Dan ini menunjukkan bahwa antara dunia dengan akhirat ada sebuah kesinambungan dan bukan merupakan dua hal yang terpisah, diawali dengan menjalani sebuah kehidupan di dunia dan diakhiri dengan menjalani kehidupan di akhirat.

Dunia adalah tempat kita untuk melakukan berbagai macam kegiatan, terutama yang berkaitan dengan aktifitas ibadah sehingga akan berakhir dengan kebahagiaan nantinya, baik di dunia dan di akhirat. Namun sebaliknya bila semasa di dunia segala kegiatan yang dikerjakan jauh dari hal-hal yang Allah Ta’aala inginkan, maka tentu nantinya akan berakhir dengan kerugian.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’an di surat Al Israa’ (17) ayat 7, “In ahsantum ahsantum li anfusikum wa in asa’tum fa lahaa,” Jika kamu berbuat kebaikan berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat kejahatan maka akibatnya adalah bagi dirimu sendiri.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan kalau Allah Ta’aala telah memerintahkan kepada seluruh umat manusia (dan jin) untuk berbuat kebaikan, dan hal itu difirmankan dalam surat An Nahl (16) ayat 90, “Innallaaha ya’muru bil ‘adli wal ihsaani wa iita-i dzil qurbaa wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruun,” Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi pertolongan kepada kerabat dan melarang berbuat yang keji, mungkar dan zalim, Allah mengajari kamu agar kamu mendapat peringatan.”

Bagi mereka yang ketika selama hidupnya sering dan banyak melakukan kebaikan maka akhir dari hidupnya juga akan mendapatkan kebaikan yang hakiki dari Allah dan digolongkan oleh-Nya masuk menjadi golongan hamba-hamba Allah yang bertakwa, seperti yang difirmankan-Nya dalam Al-Qur’an di surat An Nahl (16) ayat 30, “Wa qiila lil ladziinat taqau maadzaa anzala rabbukum qaalu khairal lil ladziina ahsanuu fii haadzihid dun-yaa hasanatuw wa la daarul aakhirati khairuw wa la ni’ma daarul muttaqiin,” Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa, “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhan kamu?” Mereka menjawab, “Kebaikan.” Bagi mereka yang berbuat kebaikan di dunia ini akan memperoleh kebaikan dan sesungguhnya negeri akhirat lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat orang-orang yang bertakwa.”

Di dalam ayat yang berbeda yaitu ayat 97, Allah Ta’aala berfirman, “Man ‘amila shaaliham min dzakarin au untsaa wa huwa mu’minun fa la nuhhyi-yannahuu hayaatan thayyibataw wa la najziyannahum ajrahum bi ahsani maa kaanuu ya’maluun,” Barangsiapa yang berbuat kebaikan dari laki-laki atau perempuan dan dia mukmin, niscaya Kami menghidupkannya dengan kehidupan yang baik; dan Kami memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.

Ingat, bahwasanya di Hari Akhir nanti tidaklah seseorang akan menanggung apa yang dikerjakan orang lain melainkan hanya apa-apa yang telah diusahakan olehnya selama hidup di dunia. Allah Ta’aala berfirman dalam surat An Najm (53) ayat 38 sampai dengan 42, “Allaa taziru waaziratuw wizra ukhraa. Wa allaisa lil insaani illaa maa sa’aa. Wa anna sa’yahuu saufa yuraa. Tsumma yujzaahul jazaa-al aufaa, Wa anna ilaa rabbikal muntahaa,” Bahwa tidaklah seseorang yang berdosa akan menanggung dosa orang lain, dan bahwa bagi manusia hanyalah apa yang diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan. Kemudian Allah akan memberi balasan dengan balasan yang sempurna, dan sesungguhnya kepada Tuhanmu itulah segala kesudahan.***

http://baitul-ikhlas.com/content/view/70/33/

10 Ways to increase our Iman (faith)


Every child is born knowing that his or her Lord is Only One, Allah, regardless of what faith his or her parents may practice. But just because a child is born with this fitra, or natural belief, does not necessarily mean that the child will grow up to be what truly makes a person Muslim, which is ones iman.

It is a duty of every Muslim to keep his or her iman in check. This means one must constantly guard his or her iman and observe whether it has increased or decreased and for what causes. If it has decreased, one must work to increase it before it falls low enough to destroy the heart. There are many ways to increases ones iman and it involves increasing in righteous deeds and refraining from sins, as well as staying away from sinful activities and people who encourage such activities.

There are 10 ways to increase our Iman:

1. Recite and ponder on the meanings of the Quran. Tranquility then descends and our hearts become soft. To get optimum benefit, remind yourself that Allah is speaking to you. People are described in different categories in the Quran; think of which one you find yourself in.

2. Realize the greatness of Allah. Everything is under His control. There are signs in everything we see that points us to His greatness. Everything happens according to His permission. Allah keeps track and looks after everything, even a black ant on a black rock on a black moonless night.

3. Make an effort to gain knowledge, for at least the basic things in daily life e.g. how to make wudu properly. Know the meanings behind Allah's names and attributes. People who have taqwa are those who have knowledge.

4. Attend gatherings where Allah is remembered. In such gatherings we are surrounded by angels.

5. We have to increase our good deeds. One good deed leads to another good deed. Allah will make the way easy for someone who gives charity and also make it easy for him or her to do good deeds. Good deeds must be done continuously, not in spurts.

6. We must fear the miserable end to our lives; the remembrance of death is the destroyer of pleasures.

7. Remember the different levels of akhirah, for instance when we are put in our graves, when we are judged, whether we will be in paradise or hell.

8. Make dua, realize that we need Allah. Be humble. Don't covet material things in this life.

9. Our love for Subhana Wa Ta'Ala must be shown in actions. We must hope Allah will accept our prayers, and be in constant fear that we do wrong. At night before going to sleep, we must think about what good we did during that day.

10. Realize the effects of sins and disobedience- one's faith is increased with good deeds and our faith is decreased by bad deeds. Everything that happens is because Allah wanted it. When calamity befalls us- it is also from Allah. It is a direct result of our disobedience to Allah.


Reference: Islamway.com

Sabar karena Allah


Sabar karena Allah Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Oleh Eric Kairupan

Sebuah kata yang sering diucapkan oleh banyak orang, baik itu sebuah ucapan untuk orang lain ataupun perkataan dari orang lain terhadap kita, diberbagai macam suasana; susah, senang, suka dan duka adalah sabar. Yakinlah kata “sabar” ini banyak mengisi hari-hari kita, karena dengan segala kejadian yang kita alami maka tidaklah mungkin ucapan sabar itu terlewatkan di dalam kehidupan. Terutama untuk yang berkaitan dengan kesedihan (duka) atau musibah, pastinya kata sabar kerap kali terucapkan kepada yang sedang terkena musibah itu. Rasanya tidak terlalu sering kata sabar ini diucapkan apabila terjadi dalam suasana penuh kegembiraan atau kesenangan...

Sebenarnya sabar itu adalah sebuah kondisi yang harus dijalani oleh seorang manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala di dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini dalam situasi apapun juga. Artinya kita bersabar tidak hanya di dalam sebuah situasi yang pahit atau menderita , tetapi baik itu di waktu susah dan senang kita diharuskan bersabar menghadapi apapun yang Allah limpahkan kepada kita sebagai hamba-hamba-Nya. Dan kita menjalani kesabaran itu dengan hanya ikhlas serta hanya mengharapkan ridha dari Allah Taabaraka wa Ta’aala.

Allah Ta’aala berfirman di dalam surah Ar Ruum (30) ayat 60: “Fash bir inna wa’dallaahi haqquw wa laa yastakhiffannakal ladziina laa yuuqinuun”. Diterjemahkan; Maka bersabarlah engkau, sesungguhnya janji Allah itu benar dan janganlah engkau tergoncang (tentang kebenaran ayat-ayat Allah) oleh orang-orang yang tiada yakin”.

Dengan bersabar maka seseorang akan terbentuk jiwanya menjadi kuat dan sanggup menghadapi berbagai macam problema dan polemik kehidupannya, ia akan menjadi sebuah sosok manusia yang tidak mudah tergoncang, tidak lekas bingung ataupun panik dan juga akan selalu dapat mengontrol dirinya untuk tidak cepat putus asa dan kehilangan keseimbangan ketika menerima ujian dari Allah ‘Azza wa Jalla. Pada dasarnya sabar itu akan menjadi sebuah senjata yang ampuh dalam menghadapi berbagai macam halangan, rintangan dan tantangan hidup.

Juga dijelaskan di dalam Al-Qur’an bahwa Allah telah memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk selalu bersabar, seperti di ayat 17 dari surah Luqmaan (31): “... washbir ‘alaa maa ashaabaka inna dzaalika min ‘azmil umuur”. Diartikan, “... dan bersabarlah atas apa-apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan (termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah)”.

Mengapa Allah memerintahkan kita sebagai umatnya untuk sabar? Tiada lain karena sifat sabar ini dikaruniakan Allah hanya kepada ciptaan-Nya yang bernama manusia. Sifat sabar tidak diberikan kepada hewan, sehingga binatang hanya selalu menuruti hawa nafsunya saja. Sabar juga tidak diberikan kepada malaikat, dikarenakan malaikat diciptakan Allah dengan tidak ada nafsu kecuali hanya melaksanakan apa-apa yang Allah telah perintahkan kepada mereka.

Tetapi ada satu makhluk selain manusia yang juga mempunyai sifat sabar, yaitu Iblis. Iblis mempunyai sifat sabar, yaitu sangat sabar ketika menggoda manusia supaya menjalankan keinginan Iblis demi memasukkan manusia itu ke dalam neraka nantinya sehingga dapat berjumpa lagi denga Iblis disana. Namun kesabaran Iblis ini tentunya berbeda dengan apa telah Allah ‘Azza wa Jalla fitrahkan kepada kita, yaitu sabar dalam menghadapi segala ujian yang Allah titipkan kepada manusia. Karena bagi hamba-hamba-Nya yang sabar Allah akan memberikan pahala dan kemuliaan seperti yang difirmankan dalam surah An Nahl (16) ayat 96: “Wa la najziyannal ladziina shabaruu ajrahum bi ahsani maa kaanuu ya’maluun”, atau, “Dan sungguh Kami memberi balasan terhadap orang-orang yang sabar akan pahala dengan lebih daripada apa yang mereka kerjakan”.

Sabar juga merupakan tanda dari keimanan dan ketaqwaan seorang manusia terhadap Allah Ta’aala, hal ini dijelaskan pula dalam surah Al-Baraqah (2) ayat 177: “... Wash shaabiriina fil ba’saa-i wadh dharraa-i wa hiinal ba’si ulaa-ikal ladziina shadaquu wa ulaa-ika humul muttaquun”. Artinya; “... dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan (kesempitan), penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.

Dalam sebuah hadits dari junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaih wa Sallam dari Abu Na’im yang diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Ash shabru nishful iimanii wal waqiinu al iimaanuu kulluhu”, atau; “sabar itu adalah setengah dari iman, dan yakin itu iman seluruhnya”.

taken from: http://baitul-ikhlas.com/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=33